Boaz Solossa dicoret dari skuat inti timnas proyeksi Piala ASEAN Football Federation (AFF) 2010 lantaran dua kali absen mengikuti pelatihan nasional. Namun, kerelaan sang striker untuk melepas keikutsertaannya membela merah putih itu memperoleh dukungan mantan asisten pelatih Pekan Olah Raga (PON) Papua.
Ferdinando Fairyo, mantan asisten pelatih PON Papua pada Pekan Olahraga XVI, atau PON 2004 yang digelar di Palembang itu memiliki penilaian mengenai pemain asli Papua tersebut.
Menurut dia, Boaz Solossa termasuk tipikal pemain bertalenta khusus tetapi juga sangat didukung oleh rasa ambisius secara mental. Dalam setiap pertandingan dirinya selalu berfokus untuk mencetak gol.
"Namun, dia juga bisa memberikan semangat kepada tim dan berperan sebagai inspirator tim," ujar Fairyo di Jayapura, Minggu 14 November 2010.
Dia menambahkan, dalam kondisi cedera pun masih bisa menjadi pemacu semangat bagi rekan-rekannya dalam satu tim. "Kebersamaan dan kekompakan bagi Boaz adalah segala-galanya," ujar Fairyo.
Faktor lain juga yang harus diingat, mantan pelatih Persipura U-21 itu melanjutkan, pemain yang akrab disapa Bochi ini sudah menjadi kapten Pra-PON Papua 2002 dan juga kapten PON Papua 2003.
"Jadi, dalam usia yang sangat muda sudah mampu memimpin rekan-rekannya yang usianya empat tahun di atasnya," kata Fairyo.
Pemain kelahiran Sorong yang sudah menginjak usia 24 tahun ini sekarang lebih banyak mengurusi keluarga dan kedua anaknya. Fairyo menganggap hal itu wajar saja, mengingat Boaz sudah menjadi pegawai negeri sipil (PNS) di kantor Dinas Pemuda dan Olahraga kota Jayapura.
"Kami juga harus realistis sepakbola juga bisa memberikan penghasilan tambahan dan nama besar, tetapi keluarga serta anak-anak harus hidup sehat menjadi semangat bagi setiap pemain," tuturnya.
Menyinggung soal perasaan nasionalisme dan kebanggaan, sebenarnya semua pemain bola pasti merasa bangga membela timnas. "Terkecuali pemain tersebut belum pernah sama sekali membela timnas dan pasti akan berusaha untuk memperkuatnya," papar Fairyo.
Boaz sudah menjalani perjalanan yang cukup panjang membela timnas, sejak 2004 ketika masih berumur 21 tahun. Boaz sendiri mengaku cedera dan patah kaki yang dialaminya bukan karena memperkuat tim Mutiara Hitam tetapi berjuang membela kesebelasan nasional Indonesia.
Boaz sudah dua kali mengalami cedera tulang fibula saat membela timnas dalam ujicoba melawan Hong Kong jelang Piala Asia 2007. Gara-gara cedera yang dia alami, hampir-hampir karier sepakbolanya terputus di tengah jalan.
Beruntung saat Boaz Solossa didera cedera, tim manajemen Mutiara Hitam masih bersedia memberikan perhatian dan membiayai semua ongkos perawatannya. Sedangkan PSSI tak perhatian saat perawatan Bochi, ibarat pepatah habis manis sepah dibuang.
"Aku sudah banyak berkorban di timnas. Bahkan, kakiku patah saat bermain bersama timnas, bukan Persipura," ungkap Boaz.
Kalaupun Boaz ditolak masuk timnas, tak jadi soal sebab dia tetap bermain dan menjadi kapten Persipura. Bersama skuad Mutiara Hitam, dia bisa bermain dengan tenang mengurusi keluarganya dan bekerja sembari menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Universitas Cenderawasih di Jayapura.
Fairyo menambahkan, sepakbola memang banyak memberikan keuntungan materi dan nama besar. Tetapi di Indonesia olahraga ini nasibnya sangat berbeda dengan negara maju di Eropa. Tidak semua pemain akan menggantungkan hidupnya dalam sepakbola, termasuk Boaz Solossa.
0 comments:
Post a Comment